Identitas Buku Hitam

​<a href=”https://www.goodreads.com/book/show/31253494-the-black-book&#8221; style=”float: left; padding-right: 20px”><img border=”0″ alt=”The Black Book” src=”https://images.gr-assets.com/books/1469602892m/31253494.jpg&#8221; /></a><a href=”https://www.goodreads.com/book/show/31253494-the-black-book”>The Black Book</a> by <a href=”https://www.goodreads.com/author/show/1728.Orhan_Pamuk”>Orhan Pamuk</a><br/>

My rating: <a href=”https://www.goodreads.com/review/show/1750774896″>4 of 5 stars</a><br /><br />

So the story of Celal is the other story of Galip, and that’s also the story of my past.<br><br>Maaf, buku yang perlu sebulan lebih untuk saya selesaikan membacanya ini malah bikin saya bernostalgia. Sementara saya belum akan membuat review atas buku ini, tapi cerita dulu. Mumpung saya ingat dan sadar akan siapa diri saya.<br><br>Maksudnya? Saya juga -sekian belas tahun lalu- pernah jadi penulis kolom di sebuah mingguan. Dua mingguan mungkin lebih tepat, karena bergantian dengan bos saya, pemred yang sebelumnya jarang banget menulis selain tugas2 kuliahnya. Abang pemred ini sebenarnya seleb lapangan aksi reformasi ’98, ga punya latar belakang jurnalistik, jadi beliau dapat jatah menulis kolom aja. Mustinya sih dia harus menulis tiap minggu. Namun karena si abang pemred masih susah membiasakan diri dikejar tenggat menulis, maka sebagai redpel (walau belum punya ijazah sarjana), selain melakukan koordinasi tugas para redaktur saya juga ketiban tanggungjawab sebagai penyedia tulisan kolom yang sama, bergantian dengan si abang.<br><br>Menulis kolom itu buat saya -saat itu- bukan hal yang susah. Seputar “kepanikan kiamat” pada 9-9-99 (kalau ada yang ingat, berarti seangkatan dengan saya), tepat hari itu saya datang ke kampus naik metromini disambung KRL tanpa gejala kiamat sama sekali, dan siangnya ke kantor tabloid itu langsung menyetorkan kolom dengan judul “Lewat!”. Kolom minggu itu bikin beberapa pembaca (teman2 saya sendiri) menyampaikan ketakjubannya karena tumben saya mengutip ayat Quran, dari surat An Naazi’at ayat 6-7. Ya ampun, itu kan surat <i>juz amma</i> aja, lulusan madrasah diniyah macam saya bisa lah membacanya. <br><br>Saya tidak sempat mendokumentasikan semua kolom yang saya tulis selama kira2 sembilan bulan aktif di tabloid itu, karena file-nya tersebar di komputer lama atau komputer kantor, yang sekarang entah sudah jadi apa. Tapi satu kolom yang sempat bikin hati girang, yang terbit kira2 Desember 1999, dan berjudul “Orang Bodoh”. Saya memberi <i>lead</i> kutipan Mencken, lupa apa tepatnya, tapi tentang orang bodoh yang merasa pintar dan orang pintar yang merasa bodoh. Kutipan itu juga “boleh nemu” di buku tentang editorial, salah satu bacaan sok pintar saya saat mengambil mata kuliah Menulis Feature dan Editorial (sampai tiga kali karena dua kali tidak lulus).<br>Bukan isi kolom itu (tentang mahasiswa yang masih malas menulis karena merasa “tidak berbakat”) yang bikin saya girang, tapi sebuah surat pembaca yang datang ke redaksi pada minggu berikutnya. Penulisnya juga entah siapa saya lupa, tapi dia membedah artikel tabloid kami dengan menulis poin2 yang membuat kami di redaksi manggut2 takzim bak ditegur dan dijewer karena sayang. Dan, tulis si pembuat surat pembaca itu, kolom “Orang Bodoh” itu merupakan tulisan kesukaannya pada edisi tabloid kami yang lalu.<br><br>Seandainya, si penulis surat pembaca itu tahu bahwa saya menulis kolom itu tanpa keseriusan, hanya bermodal buku Editorial, sambungan internet dan kegalauan karena skripsi saya yang belum selesai juga, akankah nasib saya akan sama seperti Celal Sadik?

<br/><br/>

<a href=”https://www.goodreads.com/review/list/1007892-bunga-mawar”>View all my reviews</a>

Di Balik Kebenaran Salju

images

Judul: Snow (Di Balik Keheningan Salju)
Penulis: Orhan Pamuk
Penerjemah: Berlian M. Nugrahani
Penerbit: Serambi, 2008
Tebal: 729 halaman.

“Melakukan hal yang benar tidak selalu berakhir dalam kebahagiaan,” jawab Kadife.
“Hal yang benar membuat kita bahagia,” ujar Ka.

Kutipan halaman 566 buku #Snow dari Orhan Pamuk dalam edisi bahasa #Indonesia, setoran untuk #TantanganBacaGRI bulan Juni 2016.
Entah siapa pun yang bilang; dalam konteks ruang dan waktu apapun; saya setuju bahwa kebenaran adalah hal utama.

Jadi, secara ringkas, novel ini mengisahkan kehidupan bangsa yang terombang-ambing di pengujung abad silam. Bangsa ini bisa bangsa manapun, yang anggotanya terpisahkan satu sama lain akibat keyakinan pada “kebenaran” yang berbeda.
Sebut saja bangsa dalam novel ini: Turki. Sebagian ada yang tetap berpijak di lokasi yang sama dengan wilayah sekuler yang menjadi basis Mustafa Kemal. Sebagian lagi sudah menyeberang jauh hingga ke Jerman.
Mereka yang di Turki pun terpecah antara yang meyakini sekularisme sbg kebenaran dan yang meyakini kebenaran sejati ada dalam kitab Allah.
Para sekularis masih terbagi antara masyarakat yang apatis dan kelompok yang suka keramaian.

Di antara mereka yang mempercayai kebenaran Alquran pun terbelah: ada yang tegas melawan bersama senjata dan ada yang berusaha menyebarkan kata2 lembut.

Aaah… Lalu kebenaran itu apa? Ka Sang Penyair Eksil, datang dari Jerman ke Kars, kota kecil dekat perbatasan Rusia dengan harapan besar memperbarui memori cinta lamanya dengan si cantik Ipek. Saat badai salju menutup akses dari dan menuju Kars, Ka ikut terjebak bersama semua orang di Kars, terjebak dalam jaring2 bercabang sekularis, islamis, ateis, nasionalis, politis, platonis, eksibisionis, spionase, puitis, dan cinta tak romantis.

Sebut saja semua. Dan Ka berada di tengah jaring itu, mempertemukan semuanya namun tidak mempersatukan. Hingga nyawanya lepas dari badan, kembali.di Jerman.

Hingga di akhir kisah novel ini, bahkan hingga di akhir Juni 2016 lalu saat serangan bom bunuh diri mengambil nyawa puluhan orang di Istanbul, tetap saja pertanyaan mengenai.”kebenaran” jadi sesuatu yang relevan.

Kebenaran, veritas, vérité.
Eh, jadi Véra dong :).

Tambahan:
Selesai dibaca (akhirnya!) setelah hampir satu bulan.
Setelah dikirimi pesan dari Perpustakaan untuk mengembalikan buku yang telah lewat masa peminjamannya ini.

Setelah tersiar kabar baku tembak dan peledakan di Bandara Attaturk, Istanbul, dua hari lalu 😥

Kisah 1001 Wisata Super di Dunia

Image

Penulis : Icha Rusli

Penerbit : Grasindo

Tipe : Buku, Ensiklopedia Mini

Laman : 204 laman

ISBN : 978-979-081-652-7

Harga : Rp. 69.000.

Bonus : Disket Pengetahuan Umum

 

Cetakan : I – 2012

 

“Wow, ternyata Club 33 adalah tempat yang paling tertutup di dunia,” mungkin itulah yang ada di benak Anda seketika mengetahui bahwa Club 33 yang ada di Disney World adalah tempat yang tertutup. Selain karena mahalnya harga ($10000-$30000 untuk masuk karena kita harus mendaftar menjadi anggota klub itu, nama kita juga akan berada dalam daftar tunggu selama 14 tahun. Lama bukan!

Itulah salah satu isi dari buku Kisah 1001 Wisata Super di Dunia yang ditulis oleh Icha Rusli dan terbit pada 2012 oleh Grasindo. Buku ini menyajikan berbagai informasi yang WOW, mulai dari ‘Gunung-gunung yang disucikan di dunia, pulau buatan terbesar di dunia, pulau terasing di dunia, juga Theme Park terpopuler di Asia. Disajikan dalam 204 halaman, buku ini adalah ensiklopedia mini berwarna 100% plus terdapat foto ilustrasi pada tiap halamannya. Seru bukan? Namun, satu hal yang membuatnya agak membingungkan para pembaca, judul buku “Kisah” yang ternyata isinya bukanlah cerita kisah pengalaman orang-orang. Kenapa judulnya ada kata “kisah”nya ya? Entahlah…

Bagi Anda yang ingin segera membuka cakrawala dunia, buku ini cocok bertengger di tangan Anda.

Oleh Johan FJR.

 

 

 

 

 

 

88 Cara Inspiratif Berburu IDE untuk Blog


88 Cara Inspiratif Berburu IDE untuk Blog

Penulis : Jubilee Enterprise/ Gregorius Agung

Penerbit : Elex Media Komputindo

Tipe : Buku, Tutorial

Laman : 186 laman

ISBN : 978-979-27-9087-0

Harga : Rp. 34.800 (2010)


 

“Yah, lupa!” Terkadang kita memiliki niatan untuk mengisi blog, namun sesekali kita bingung, apa yang akan kita isikan pada blog kita nanti. Apakah cerita pengalaman pribadi, atau bahasan mengenai kejadian yang tengah populer dan memanas di lingkungan masyarakat. Nah, kini Anda tidak perlu berbingung lagi, karena Jubilee Enterprise telah menerbitkan buku terbarunya, “88 Cara Inspiratif Berburu IDE untuk Blog.” Inilah solusi bagi Anda yang tengah loss kehilangan ide untuk meramaikan blog anda. Di dalam buku ini, dibahas kurang lebih 88 cara apa saja untuk memunculkan kembali ide yang bersemayam di otak Anda. Misalnya pada Bab 45 – Meluncurkan Kuis-kuis, Bab 47 – Mengupas Acara/event di Sekitar. Itu baru 2 cara lho, masih ada 86 lagi. Bagi Anda yang tengah putus ide, buruan beli buku ini, sebelum kehabisan stok!

Oleh Johan FJR.

Cheers, UK!

Image

Cheers, UK!
Penulis : Citra Dyah Prastuti
Penerbit : gagasmedia
Tipe : Traveler, Lifestyle
Laman : 350 laman
ISBN : 979-780-427-5

Perkenalan pertama rekan sesama penghuni cluster B4/4 adalah makan malam. Undangannya tertempel di pintu dapur. Tulisannya begini: ‘

Everybody makes her best food and share.’

BEST? Ah, di sebelah tulisan kesediaan saya untuk ikut makan-makan, saya tulis “I will cook harmless food for you guys?”

Tebak dong apa yang saya hidangkan kepada teman-teman dari Amerika, Cina, Jepang dan India: t-e-m-p-e g-o-r-e-n-g. Harmless toh?


Hehehe, ada-ada saja yang dilakukan mbak Citra di London sana. Itu baru sekilas pengalaman lucu dari mbak Citra yang berbagi tempe goreng sebagai masakan hidangan utama pada malam di akomodasi Paul Robeon. Selain itu, dengan hanya menembus seleksi beasiswa Chevening, mbak Citra jadi memiliki banyak sekali pengalaman selama di Inggris dalam setahun. Mulai dari menyaksikan secara langsung suasana di sekitar stadion tempat bertandingnya klub Fulham vs. Tottenham, berburu belanja murah pada Oxford Festival (Walau pada akhirnya belum tahu di mana titik pusat festival ini), menikmati hidangan khas Asia, merasakan indahnya Lebaran di London, juga berhasil mendapatkan foto bareng Jamie Cullum. Semua pengalamannya tersajikan dalam buku ini
Selain itu, bagi anda yang memiliki hobi travelling, nampaknya buku ini cocok untuk berada di dalam tas anda. Ini karena selain berisi pengalamannya mbak Citra di Inggris, buku ini juga dapat dijadikan sebagai trip advisor anda yang akan tinggal atau sekedar berlibur ke Inggris, lengkap deh.
Mbak Citra juga menunjukkan mana sajakah tempat yang interesting untuk dikunjungi. Ada juga tips-tips tambahan yang turut membantu anda dalam menjelajahi Inggris dengan mudah, aman dan tentunya murah. Disertai banyak foto yang menggambarkan indahnya Inggris, pokoknya asyik dibaca deh.

Jika buku ini boleh berkomentari, “Buku ini tak hanya menghibur kita dengan indahnya Inggris, juga menyelamatkan uang kita dari mahalnya anggaran hidup di Inggris dengan tips-tips uniknya.”

Oleh Johan FJR.

Wow, Konyol!

Image

WOW, KONYOL!
Penulis : Rons “Onyol” Imawan
Penerbit : bentang belia
Tipe : Humor, Lifestyle
Laman : 330 laman
ISBN : 978-602-9397-23-9

Suster Gila

Seorang pemuda berniat mendonorkan darahnya di kantor PMI.

Pemuda : “Sus, saya mau mendonorkan darah saya, bisa?”

Suster   : “Bisa. Golongan darahnya apa?”

Pemuda : “O dong saya, mah!”

Suster   : “Oh, terus gue mesti bilang WOW gitu?”

Pemuda : “Ya, enggak sih!”

Suster   : “Udah berapa kali donor?”

Pemuda : “Tiga kali, Sus.”

Suster   : “Oh, terus gue mesti bilang WOW lagi gitu?”

Pemuda : “Sompret!”

(@sarahsasas)

Hehehe… Mungkin buku ini (bagi saya) adalah penawar rasa stress yang selama ini bersemayam di dalam otak. Begitulah, sang penulis, Rons “Onyol” Irawan, nampaknya cukup handal dalam memanfaatkan media sosial dalam berhumor dengan menjadikannya buku yang turut menghibur banyak orang tentunya. Memang sedikit yang dapat kita lakukan di twitter, menerbitkan pos terbaru pun hanya terbatas 160 karakter. Namun, bukan halangan bagi Rons untuk menjadikannya ajang bercerita pendek nan mengesankan.
 

Tokoh-tokoh ceritanya memang cukup basi, hampir tiap cerita bertokoh sama. Udin, Ucup, dan Guru. Yah, namanya kan juga tokoh. Dijamin, bagi anda yang membaca ini akan tertawa. Ada garansi tak tertawa dari penulisnya, lho!

Oleh Johan FJR.

Kisah Sepucuk Angpau Merah di Tepian Kapuas

Oleh Rofi Muhammad Nur Al-Asad (Angkatan7 SMART EI)

Judul buku: Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah. Penulis Tere Liye. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Januari 2012. Tebal 512 halaman.

“Ada tujuh milyar penduduk bumi saat ini. Jika separuhnya saja mereka pernah jatuh cinta, setidaknya akan ada satu milyar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya lima kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari semalam, seseorang entah dari belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaannya.”

Tulisan di belakang bukunya aja, entah sinopsis atau apalah namanya, sudah keren banget. Covernya menarik. Judunya juga bikin penasaran. Dan ceritanya… tidak usah ditanya lagi…

Yah… mungkin aku akan melanggar kalimat yang ada di belakang buku ini: “Kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai cerita ini”. Aku nggak bisa menahan diri untuk menceritakan sedikit bocoran tentang cerita dalam buku ini.
Ini cerita tentang seorang bujang bernama Borno yang disebut-sebut sebagai ‘orang yang berhati paling lurus di sepanjang tepian Kapuas’. Kurasa menceritakan orang yang lurus-lurus aja nggak ada serunya, bukan? Tapi syukurlah karena cerita ini diwarnai dengan kedatangan seorang tokoh yang bisa membangkitkan emosi siapa saja, namanya Mei, seorang perempuan yang dijuluki ‘sendu menawan’ oleh orang-orang di Gang Sepit. Gadis cantik keturunan Cina itu ternyata bukan hanya gadis cantik biasa, tapi ada satu hal yang membuatnya kembali ke Pontianak dan sengaja menjatuhkan amplop merah berisi dua lembar surat di sepit Borno.

Sayang sekali karena setelah menduga bahwa itu hanya angpau biasa yang juga Mei bagikan untuk orang lain, dia malah hanya menyimpannya hingga akhir cerita ini. Karena akhirnya dengan sangat terlambat Borno membaca isi surat itu dan mengetahui alasan kenapa Mei menjauh darinya. Padahal sebelumnya mereka sudah sangat dekat.

Dan akhirnya cerita berakhir sesuai harapan pembaca… Borno dan Mei hidup bahagia…

Aku sangat berharap reviewku ini tidak lengkap, dan kuharap kau penasaran dan akhirnya membeli buku ini. Aku tidak ‘berharap’ kalian menyukai ceritanya, karena dari awal aku sudah yakin kalian pasti nmenyukainya, tanpa repot-repot aku berharap. (Ngerti nggak?? Emang gak jelas sih.. 🙂 )

Persekutuan Penyihir (The Black Magician Trilogy #1)

Oleh Ariansyah (Angkatan 5 SMART EI)

Image

Judul asli: The Magicians’ Guild. Penulis: Trudi Canavan. Penerjemah: Maria M. Lubis. Penerbit Mizan Fantasi, Juli 2008. Tebal 618 halaman.

Buku ini bercerita tentang kehidupan di suatu negeri yang bernama Kyralia yang dipimpin oleh seorang raja. Di Kyralia ada empat daerah besar, yaitu lingkar Utara, Selatan, Barat dan Timur. Semua lingkar ditempati oleh penduduk yang berbeda. Biasanya orang kaya atau bangsawan akan tinggal di lingkar dalam dari daerah tersebut. Di semua lingkar terdapat tembok penjaga. Pada lingkar selatan ditempati oleh persekutuan penyihir yang dipimpin seorang ketua tertinggi. Namun dalam kegiatan sehari-hari para penyihir biasanya mendapat tugas dari ketua harian.

Cerita berawal ketika para penyihir sangat berusaha keras menangkap seseorang yang menguasai sihir namun bukan termasuk anggota persekutuan, bahkan kemungkinan orang itu berasal dari kalangan miskin. Hal ini cukup mengagetkan karena pertama, biasanya hanya orang yang berkantung tebal saja yang dapat menjadi penyihir, dan kedua, orang tersebut belum bisa menguasai sihirnya sehingga dianggap sangat berbahaya jika dibiarkan berkeliaran. Karena itu para penyihir berupaya keras menangkap orang tersebut untuk dibawa ke persekutuan dan diajarkan pengendalian sihir.

Orang yang dicari-cari tesebut bernama Sonea, seorang perempuan muda yang belum bisa mengendalikan kemampuan sihirnya. Bersama temannya, Cery, Sonea meminta perlindungan pada Kaum Pencuri, yaitu sekelompok orang yang tinggal di lorong bawah tanah tetapi sangat terbuka akan informasi yang berasal dari permukaan. Sonea dan Cery bersembunyi di lorong-lorong gelap secara berpindah-pindah seiring pergerakan para penyihir yang mengejar mereka.

Walau keduanya selalu berpindah tempat di dalam lorong-lorong Kaum penduru, namun keberadaan kelompok mata-mata berhasil mengetahui jejak persembunyian mereka. Para penyihir menangkap Sonea dan Cery. Sonea pun dibawa ke persekutuan penyihir.

Sonea mendapat bimbingan dari seorang penyihir bernama Rothen. Ia diajari cara mengendalikan sihirnya. Rothen juga memberi informasi mengenai persekutuan penyihir dan para penyihirnya, termasuk ketua tertinggi, Akkarin. Sonea yang penasaran jadi ingin tahu mengenai Akkarin.

Tibalah hari keputusan untuk menentukan siapakah penyihir yang akan menjadi pembimbing Sonea. Dua orang penyihir mencalonkan diri untuk bisa menjalankan tugas itu. Serangkaian kejadian luar biasa kemudian berlangsung. Cery yang selama ini disekap Fergun, sorang penyihir yang dikenal suka menghina kaum miskin, berhasil meloloskan diri. Fergun sendiri selama ini bersaing dengan Rothen untuk menjadi pembimbing Sonea. Rothen-lah yang terpilih menjadi pembimbing Sonea, sementara Fergun ternyata memang bermaksud membalas dendam pada Sonea yang dianggap mempermalukannya pada hari pertama kekuatan sihir Sonea muncul.

Hal paling mengejutkan adalah ketika ketua harian persekutuan penyihir membaca pikiran Sonea berisi gambaran tentang ketua tertinggi penyihir, Akkarin, yang menggunakan sihir hitam terlarang.

Apa yang sebenarnya terjadi pada sang ketua tertinggi?

*bersambung :p*

Joshua Joshua Tango

Oleh Vera Darmastuti

Judul buku: Joshua Joshua Tango. Penulis: Robert Wolfe. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, September 2008. Tebal 384 halaman.

Jangan terkecoh dengan sampul depan buku ini yang terkesan seperti buku cerita khayalan anak kecil yang tidak punya daya tarik selain kura-kura terbang. Ternyata ini buku anak-anak kontemporer yang dahsyat. Ada mimpi yang menjangkau awan, cinta ayah bunda, kepercayaan dan kebimbangan pada sahabat, juga rasa takut, putus asa dan benci. Semua ada di sekitar kita. 

Aslinya, buku ini menceritakan kehidupan terpencil Marcel Groen, anak SD di Belanda yang ditinggal ibunya bekerja sebagai pekerja sosial di India, sedangkan ayahnya sibuk dengan berbagai penelitian di kampus. Marcel ini bertubuh kecil, berambut keriting, pendiam dan tak pernah diajak main sepakbola walau pun pemain tim sekolah kurang jumlahnya. Sering kali ia dipukuli anak-anak tetangganya, Ed dan Luc yang lebih besar dan bersekolah di SD lain. Kehidupan Marcel hanya berwarna saat di depan komputer kamarnya, memainkan game sepakbola dan menjadi komentator radio khayalan. 

Marcel mendadak punya dunia lain saat Joshua dibawa ayahnya pulang untuk diteliti. Joshua ini kura-kura Brazil yang besar, ditangkap di kampung halamannya karena konon bisa menyanyi dan berbicara. Sepanjang penangkapan Joshua tak mengeluarkan suara apa pun, membuat putus asa para peneliti. Nah, saat hanya di depan Marcel saja kemudian Joshua mengeluarkan kemampuannya. Bersahabat dengan Joshua yang menggandakan huruf “r” saat berbicara ini Marcel belajar untuk menjadi anak yang berani. 

Keberanian Marcel diawali dengan menantang kiper sekaligus kapten tim sepakbola sekolah, Jan-Willem, untuk menendang 5 bola penalti agar bisa diterima sebagai anggota tim. Hasilnya sungguh dahsyat. Si pecundang Marcel bukan hanya berani meminta maaf pada tetangga galak yang kebunnya diacak-acak anak-anak pemain bola. Ia kini berani mengangkat tangan menjawab pertanyaan guru di kelas, menulis surat untuk ibunya di India, menendang balik saat dianiaya Ed dan Luc, dan walau sambil ketakutan, menyusun siasat membebaskan Joshua dan kolonel tua yang diculik gembong penjahat. Bahkan Marcel juga terlibat aktif dalam “pelarian” Duca, seorang anak jago bola asal Kroasia yang sedang mengungsi di Belanda. 

Tapi buku ini bukan hanya mengenai metamorfosis Marcel. Banyak bagian dari buku ini yang begitu emosional manakala Joshua sedang ambil bagian. Kura-kura ini begitu kocak, unik, dan tanpa harus memberi jawaban, semua pertanyaan Marcel bisa tergenapi. Nilai-nilai yang dibawa penyuka milkshake cacing tanah ini sangat menyentuh dan universal. Alasan Joshua hanya buka mulut di depan Marcel bagi saya begitu sempurna: ia hanya ingin pulang kampung kembali ke Brazil berkumpul dengan keluarganya. Jika para peneliti tahu kemampuan spesiesnya bernyanyi lagu opera, berkomunikasi lewat gelombang pikiran, juga terbang dengan tenaga mimpi, itu berarti kiamat bagi semua jenisnya. 

Rasanya bakal sangat panjang jika hal-hal yang menarik dari buku ini saya sebutkan semua. Satu hal yang jelas adalah cara bercerita Robert Wolfe sang pengarang buku ini [catatan pribadi: dia mantan pilot loh! :D] begitu memikat dan mengikat. Bagian berikut ini, misalnya: 

“Apa yang terjadi di sini benar-benar tidak masuk akal, Bapak-bapak dan Ibu-ibu, dalam menit terakhir dua penalti berturut-turut. Saya tidak tahu itu bisa terjadi dan saya tidak tahu apakah memang boleh dilaksanakan, tapi itu betul-betul adil! Bukan main luapan kemarahan kiper tadi. Dan seolah-olah tidak ada apa-apa, Marcel Groen yang kecil itu juga akan melakukan tendangan penalti yang kedua.” 

Kali ini tidak ada suara pukulan pada papan iklan. Tidak ada sorak-sorai, tidak ada teriakan. Semua penonton, semua pemain, Jerry dan semua pendengar, serta seluruh dunia seakan menahan napas. 

Saya juga ikut menahan napas! Sungguh. Walau menggunakan sudut pandang orang ketiga, tapi pembaca bakal merasa menjadi Marcel, anak SD yang awalnya lebih sering memandang dunia dengan cara menunduk karena krisis PD. Belum lagi penggambaran bahwa seminder-mindernya Marcel, ia tetap anak cowok Belanda yang bermimpi bermain sepakbola ditonton banyak orang di lapangan hijau seperti Dennis Bergkamp dengan segala resikonya. Sebagai cerita anak-anak, ujung cerita pun terasa manis, masuk akal dan tidak terjebak pada gaya Hollywood. 

Hoho… sedikit catatan untuk editor, kadang-kadang dobel “r”-nya Joshua tidak konsisten. Tapi itu nggak penting. Yang penting adalah saat membaca buku ini di pojok buku baru yang belum terdata untuk boleh beredar di perpustakaan sekolah, saya sampai berkeliling mewawancarai seorang guru biologi, seorang guru geografi, seorang kepala perpustakaan, dan lima orang siswa, apa istilah yang mereka gunakan untuk benda keras yang ada di punggung kura-kura. Ternyata jawaban mereka beragam: batok, cangkang, sangkar(!), rumah, tempurung, dan sang guru biologi memberi istilah ilmiah yang saya tidak ingat lagi sekarang. 

Jawaban-jawaban itu tidak sama dengan yang ada di buku ini, membuat saya ingin mencari kamus Bahasa Belanda, yang sayangnya tidak ada di perpus kami. Penasaran, apa ya bahasa Belanda untuk benda keras yang ada di punggung kura-kura itu, sehingga di buku ini benda tersebut diterjemahkan sebagai PERISAI.